Sabtu, 11 Agustus 2012

Santa Klara dari Asisi, Perawan

Klara Sciffi, puteri bangsawan dari pasangan Faverone Offreduccio dan Cortolana ini, lahir di Asisi, Italia pada tanggal 16 Juli 1194. Dari orangtuanya, Klara memperoleh jaminan hidup material yang berkecukupan. Ibunya Cortolana, yang pernah berziarah ke Tanah Suci dan Roma, mendidiknya dengan sebaik-baiknya. Klara berkembang dewasa menjadi seorang gadis yang berkepribadian teguh dan beriman, bahkan dinyatakan sebagai 'kudus' dikemudian hari. Pendidikan ini pula berhasil menanamkan dalam dirinya suatu sikap yang tepat terhadap nilai harta duniawi dalam hubungannya dengan cita-cita hidup manusia yang sebenarnya.

Kepribadian dan cara hidup Klara banyak dipengaruhi oleh tokoh suci di Asisi, Santo Fransiskus. Fransiskus, bangsawan kaya raya dari Asisi yang meninggalkan segala miliknya demi pengabdian total kepada Tuhan dan InjilNya, menjalani suatu cara hidup miskin yang keras mengikuti jejak Kristus. Bersama beberapa pengikutnya, ia berkelana mewartakan Kristus yang miskin kepada seluruh penduduk Asisi, baik yang kaya maupun yang miskin. Klara terpesona dengan cara hidup Fransiskus itu. Ia tekun mendengarkan setiap khotbah Fransiskus sambil bertanya diri: "Mengapa cita-cita dan cara hidup yang mulia itu tidak bisa dijalani oleh seorang wanita?". Lalu ia dengan diam-diam bersama temannya Bona pergi menemui Fransiskus untuk memintai pandangan dan bimbingannya. Daru bimbingan Fransiskus, Klara memperoleh suatu kepastian perihal pertanyaan yang mengusik batinnya.

Pada tahun 1212, ketika berusia 18 tahun, Klara dengan diam-diam meninggalkan istana ayahnya untuk bergabung dengan kelompok Fransiskus. Di tengah malam itu Klara melangkahkan dengan pasti menuju gereja Ratu Para Malaikat di Portiuncula. Di gereja itu, Fransiskus menyambutnya dengan gembira, menyerahkan kepadanya sehelai jubah kasar, menggantikan pakaiannya yang dibawanya dari rumah. Setelah menyatakan kesediaannya menjalani cara hidup miskin demi Kristus dan Injilnya, Fransiskus memasukkan dia ke sebuah biara suster-suster Benediktin di Bastia agar jauh dari pengaruh keluarganya. Peristiwa ini menggemparkan keluarganya. Ayahnya segera menyuruh orang untuk mencari Klara di setiap biara yang ada di kota Asisi. Setelah menemukan dia di biara Bastia, mereka membujuknya untuk kembali ke rumah. Namun dengan tegas Klara menolak pulang.

Tidak seberapa lama, Agnes adiknya datang menemui Klara. Karena tertarik dengan cara hidup kakaknya, Agnes pun akhirnya bergabung (dan kelak, juga ibunya setelah menjanda). Fransiskus menempatkan mereka menjadi inti sebuah biara baru di San Damiano, dekat Asisi. Klara diangkat sebagai pemimpin biara San Damiano. Suatu cara hidup digariskan kepada mereka. Biara ini menjadi perintis ordo wanita-wanita miskin, yang lazimnya disebut Ordo suster-suster Klaris. Karena semakin banyak pengikutnya, didirikan biara-biara baru di Italia, Prancis dan Jerman di bawah bimbingan Klara.

Klara memimpin ordonya selama 40 tahun dengan penuh pengabdian dan kepercayaan kepada kasih dan penyelenggaraan ilahi. Cara hidup miskin dihayatinya dengan sungguh ditopang oleh doa dan matiraga yang keras. Kepercayaan yang kokoh pada kasih dan penyelenggaraan Tuhan terbukti dalam keberhasilannya menghalau serdadu-serdadu Kaisar Frederik II yang menyerang biaranya. Menghadapi serang itu Klara yang sedang sakit payah lari ke kapel diiringi oleh suster-susternya untuk mengambil monstrans bertahktahkan Tubuh Kristus. Dengan monstrans itu, Klara menghadang serdadu-serdadu itu di pintu gerbang. Sungguh ajaib! Serdadu-serdadu itu mundur teratur dan para suster Klaris itu selamat dari bahaya maut.

Dari Sri Paus Gregorius IX (1227-1241), Klara mendapatkan 'privilese kemiskinan', yaitu ijin bagi suster-susternya untuk hidup hanya dari derma. Para suster Klaris itu berpuasa sepanjang tahun, kecuali pada hari Minggu dan Hari-hari Raya. Biara mereka sangat sederhana. Ketika Paus membujuk Klara supaya bersedia mempunyai milik biar hanya sedikit saja, Klara menjawab: "Bapa suci, tidak pernah saya ingin dibebaskan dari jalan mengikuti Kristus yang miskin".
Klara meninggal dunia pada tanggal 11 Agustus 1253. Pada tahun 1255, dua tahun sesudah kematiannya, Paus Alexander IV (1254-1261) menyatakan dia sebagai 'kudus'.

sumber: www.imankatolik.or.id

Jumat, 10 Agustus 2012

Santo Laurensius, Martir

Laurensius termasuk salah satu dari ketujuh diakon agung yang bekerja membantu Sri Paus di Roma. Oleh Paus Sixtus II (257-258), Laurensius ditugaskan mengurus harta kekayaan Gereja dan membagi-bagikan derma kepada para fakir miskin di seluruh kota Roma. Ia juga melayani Sri Paus dalam setiap upacara keagamaan. Ketika Sri Paus Sixtus II ditangkap oleh serdadu-serdadu Romawi, Laurensius bertekad menemani dia sampai kematiannya. Kepada Paus, ia berkata: "Aku akan menyertaimu kemana saja engkau pergi. Tidaklah pantas seorang imam agung Kristus pergi tanpa didampingi diakonnya." Sixtus terharu mendengar kata-kata Laurensius itu. Lalu ia berkata: "Janganlah sedih dan menangis, anakku! Aku tidak sendirian. Kristus menyertai aku. Dan engkau, tiga hari lagi, engkau akan mengikuti aku ke dalam kemuliaan surgawi".

Ramalan Sixtus itu ternyata benar-benar terjadi. Prefek kota Roma, yang tahu bahwa Gereja mempunyai sejumlah besar kekayaan, mendapat laporan bahwa Laurensius-lah yang mengurus semua kekayaan itu. Karena itu, Laurensius dihadapkan kepada penguasa Roma itu. Laurensius dibujuk agar secepatnya menyerahkan semua kekayaan Gereja itu kepada penguasa Roma. Dengan tenang Laurensius menjawab: "Baiklah, tuan! Dalam waktu tiga hari akan kuserahkan semua kekayaan ini kepadamu". Laurensius dibiarkan kembali ke kediamannya.

Ia segera mengumpulkan orang-orang miskin dan membagi-bagikan kekayaan Gereja kepada mereka. Di bawah pimpinannya, orang-orang miskin itu berarak menuju kediaman Prefek Roma. Kepada penguasa Roma itu, Laurensius berkata: "Tuanku, inilah harta kekayaan Gereja yang saya jaga. Terimalah dan periharalah mereka dengan sebaik-baiknya."

Tindakan dan kata-kata Laurensius ini dianggap sebagai suatu olokan dan penghinaan terhadap penguasa Roma. Karena itu, ia ditangkap dan dipanggang hidup-hidup di atas terali besi yang panas membara. Laurensius tidak gentar sedikitpun menghadapi hukuman ini. Setelah separuh badannya bagian bawah hangus terbakar, ia meminta supaya badannya dibalik sehingga seluruhnya bisa hangus terbakar. "Sebelah bawah sudah hangus, baliklah badanku agar seluruhnya hangus!" katanya dengan sinis kepada para algojo yang menyiksanya. Laurensius akhirnya menghembuskan nafasnya di atas pemanggangan itu sebagai sekorang ksatria Kristus.
 
Kisah kemartirannya kita ketahui dari tulisan-tulisan Santo Agustinus. Di sana dikatakan bahwa orang-orang yang berdoa dengan perantaraan Laurensius terkabul doanya. "Karunia-karunia kecil diberikan kepada orang-orang yang berdoa dengan perantaraan Laurensius supaya mereka terdorong untuk memohon karunia yang lebih besar, yaitu cinta kasih kepada sesama dan kesetiaan kepada Kristus" demikian kata Santo Agustinus dalam salah satu tulisannya. 

sumber: www.imankatolik.or.id

Rabu, 08 Agustus 2012

Siapakah Yesus menurutmu?


Di dunia ini banyak sekali ilmuan-ilmuan yang berhasil menemukan sesuatu yang baru yang dapat mengubah dunia. Setiap benda yang ada di dunia ini pasti ada penemu atau penciptanya. Jika kita melihat sebuah bola, pernahkah terpintas di pikiran siapa yang pertama kali menciptakan bola? Atau ketika kita minum menggunakan gelas, pernahkah terpintas siapa yang menciptakan gelas pertama kali? Tentulah semua benda tersebut ada yang menciptakannya sehingga kita bisa menikmati hasil ciptaannya tersebut.
             
Jika semua yang tersedia di dunia ini ada yang menciptakannya, lantas siapakah yang menciptakan bumi kita ini? Siapa yang menciptakan  matahari dan bintang-bintang dilangit? Siapa yang menciptakan tata surya ini? Siapa yang menciptakan hewan dan tumbuhan? Dan siapakah yang menciptakan manusia yang disebut makhluk paling luhur ini?
             
Tentulah bukan orang biasa yang dapat menciptakan hal sehebat itu. Yang dapat melakukan hal tersebut hanyalah Tuhan Allah. Hanya Dia yang dapat menciptakan semuanya itu (Kej 1). Bahkan pada lirik lagu “Pelangi” dikatakan bahwa pelangi adalah ciptaan Tuhan. Tuhan juga menciptakan kita sebagai manusia menurut gambar dan rupa-Nya sendiri, sehingga jika kita ingin mengetahui rupa Tuhan kita, maka rupa kita sendirilah yang menyerupai Dia. Manusia juga adalah ciptaan-Nya yang paling luhur. Maka sudah layak dan sepantasnyalah kita harus saling mengasihi sesama kita karena dengan kita mengasihi sesama kita, kita juga mengasihi Tuhan yang telah menciptakan kita.
            
Pada mulanya, Tuhan sangat mengasihi manusia. Tuhan menempatkan manusia pertama di Taman Firdaus yang di dalamnya terdapat semua kebutuhan manusia. Namun, karena dosa Adam maka manusia dipindahkan ke bumi. Tuhan juga tidak menginginkan manusia jatuh ke dalam dosa. Dosa membuat hubungan manusia dengan Tuhan menjadi jauh. Maka Tuhan tidak ingin manusia jatuh lebih dalam lagi pada dosa.
            
Bukti nyata Tuhan ingin menyelamatkan manusia dari dosa adalah Ia rela mengutus Putera-Nya yang tunggal untuk menjadi manusia. Putera-Nya datang ke dunia melaui seorang perawan yang bernama Maria dan menjadi anak seorang tukang kayu. Ia bernama Yesus. Yesus mengajar banyak orang, menjelaskan isi kitab suci dan  banyak melakukan mukjizat kepada banyak orang agar orang menjadi percaya dan mau bertobat. Dialah sabda yang menjelma menjadi manusia. Puncak karya keselamatan Yesus terjadi ketika Ia menderita, sengsara dan wafat di kayu salib serta bangkit pada hari ketiga.
            
Melihat karya keselamatan yang Yesus lakukan, maka muncul sebuah pertanyaan menguji iman kita. “Siapakah Yesus menurutmu?”. Hal serupa juga pernah di katakan Yesus kepada murid-Nya: "menurut kamu, siapakah Aku ini?" (Luk 9:20). Mari kita memikul salib kita masing-masing dan menyakal diri agar kita sungguh dapat mengikuti Dia. Maka marilah juga kita melihat kembali perjalanan hidup kita agar kita menemukan siapa Yesus menurut saya, bukan menurut orang. Vivat Cor Jesu, Per Cor Mariae.©Chris

Sabtu, 04 Agustus 2012

Santo Yohanes Maria Vianney, Pengaku Iman





 Yohanes Maria Vianney lahir pada tanggal 8 Mei 1786 di desa Dardilly, Lyon-Prancis. Ayahnya, Mateus Vianney, seorang petani miskin. Ibunya serorang yang taat beragama. Masyarakat setempat kagum dan suka pada mereka karena cara hidup mereka yang benar-benar mencerminkan kebiasaan hidup Kristiani. Semenjak kecil, Yohanes sudah terbiasa dengan kerja keras dan doa yang tekun berkat telandan orangtuanya. Dibandingkan dengan kelima orang saudaranya, ia memang trampil dan rajin bekerja namun lamban dan bodoh. Ia baru bisa membaca pada usia 18 tahun. Meskipun begitu, ia bercita-cita menjadi imam. 


Pada umur 20 tahun, ayahnya dengan berat hati mengizinkan dia masuk Seminari di desa tetangganya, Ecully. Hal ini bukan karena ayahnya tidak mengijinkan dia menjadi imam tetapi semata-mata karena kelambanan dan kebodohannya. Pendidikannya sempat tertunda karena kewajiban masuk militer yang berlaku di Prancis pada masa itu. Baru pada tahun 1812, ia melanjutkan lagi studinya. Ia mengalami kesulitan besar sepanjang masa studinya di Seminari. Hampir semua mata pelajaran, terutama bahasa Latin, sangat sulit dipahaminya. Namun ia tidak putus asa. Ia rajin berziarah ke Louveser untuk berdoa dengan perantaraan Santo Fransiskus Regis agar bisa terbantu dalam mempelajari semua bidang studi. Berkat doa-doanya, ia berangsur-angsur mengalami kemajuan hingga menamatkan pendidikan Seminari Menengah Verriores dan masuk Seminari Tinggi. Di jenjang Seminari Tinggi, ia harus berjuang lebih keras lagi agar lolos dari kegagalan. Meskipun begitu ia terus menerus harus mengulangi setiap ujian. Pemimpin seminari sangat meragukan dia, namun mereka pun tidak bisa mengeluarkan dia karena kehidupan rohaninya sangat baik. Ia seorang calon imam yang saleh. Akhirnya Yohanes pun dianggap layak dan ditabhiskan menjadi imam pada tahun 1815.

Setelah menjadi imam, ia belum diperkenankan melayani sakramen pengakuan dosa karena dianggap tidak mampu memberikan bimbingan rohani kepada umat. Kecuali itu, ia dinilai tidak bisa menjadi pastor di paroki-paroki kota. Oleh karena itu ia ditempatkan di paroki Ars. Ars adalah sebuah desa terpencil dan terbelakang di Prancis. Paroki ini dianggap cocok bagi dia karena tingkat pendidikan umatnya tidak seberapa.

Pada 8 Februari 1818, Yohanes mulai menyadari karyanya di Paroki Ars. Di satu pihak ia sungguh menyadari bahwa kemampuannya tidak seberapa bila dibandingkan dengan beratnya tugas mengembalakan umat Allah; tetapi di pihak lain ia pun sadar bahwa dirinya bukanlah pelaku utama karya pengembalaan umat melainkan Allah melalui Roh Kudus-Nya-lah pelaku utama karya besar itu. Kesadaran itu mendorong dia untuk senantiasa mempersembahkan karyanya kepada Tuhan. Tahap demi tahap ia membenahi parokinya dengan coba membangkitkan semangat iman umat. Semangat kerja kerasnya semenjak kecil mendorongnya untuk berkhotbah dan mengajar umat tanpa mengenal lelah.

Yohanes yang dahulu dianggap remeh dan dipandang dengan sebelah mata oleh banyak imam, kini dikagumi dan disanjung. Desa Ars yang dahulu sepi, sekarang menjadi tempat ziarah terkenal bagi umat dari segala penjuru Prancis. Dari mana-mana umat datang ke Ars untuk merayakan Ekaristi dan mendengarkan khotbah pastor desa yang saleh itu. Khotbah-khotbah tajam, keras dan mengena sehingga menggetarkan hati umat terutama para pendosa. Namun di kamar pengakuan, ia ramah dan dengan hati yang ikhlas memberi bimbingan rohani kepada umatnya. Oleh rahmat Allah yang diperkuat dengan keluhuran budi dan kesalehan hidupnya, Yohanes mampu menghantar kembali umat kepada pertobatan dan penghayatan iman yang benar.
 
Pastor Ars yang saleh ini dikarunia karisma mengetahui berbagai hal sebelum terjadi. Karisma ini dapat dilihat dalam pengalaman Nyonya Pauze dari St. Etienne. Pauze datang mengaku dosanya di gereja paroki. Pastor yang melayani sudah tua, kurus dan lemah. Dialah Yohanes Vianney. Dalam hatinya ia berpikir: "Tentu ini kesempatan terakhir bagiku untuk menerima berkatnya". Namun pastor tua itu tiba-tiba berkata: "Bukan begitu anakku! Tiga minggu lagi kita akan bertemu kembali". Nyonya Pauze terperanjat dan pulang dengan seribu tanda tanya. Ia menceritakan kata-kata pastor itu kepada teman-temannya. Dan persis tiga minggu kemudian, nyonya Pauze meninggal dunia bersamaan dengan pastor tua itu. Mereka bertemu lagi di surga.

Meskipun ia saleh, ia tidak luput dari gangguan setan. Ia sering tidak bisa tidur karena gangguan setan di malam hari. Ia tidak takut karena yakin sesudah kejadian itu selalu akan datang pendosa berat yang mau bertobat. Di samping penyembuhan luka-luka batin umatnya, banyak pula penyembuhan jasmani yang terjadi secara ajaib melalui perantaraannya.

Tugas hariannya yang berat itu sangat menguras tenanganya. Beberapa kali ia meninggalkan Ars untuk beristirahat di sebuah biara. Tetapi ia selalu diseret kembali oleh umatnya di dusun Ars. Ini suatu tanda bahwa umat sungguh mencintainya dan tidak rela kalau pastornya meninggalkan mereka. Yohanes Maria Vianney mendampingi umatnya di Ars sampai maut menjemputnya pada tanggal 3 Agustus 1859. Pada tahun 1925, ia dinyatakan sebagai 'santo' oleh Paus Pius XI (1922-1939) dan diangkat sebagai pelindung surgawi bagi 'para pastor paroki'. 

sumber: www.imankatolik.or.id

Rabu, 01 Agustus 2012

Santo Alfonsus Marie de Ligouri, Uskup dan Pujangga Gereja

Alfonsus Maria de Ligouri lahir di sebuah kota dekat Napoli, Italia pada tanggal 27 September 1696. Ia meninggal dunia di Nocera pada tanggal 1 Agustus 1787. Alfonsus berasal dari sebuah keluarga bangsawan Kristen yang saleh. Orangtuanya, Joseph de Ligouri dan Ama Cavalieri mendidik dia dengan baik dalam hal iman dan cara hidup Kristiani. Ayahnya berpangkat Laksamana dalam jajaran militer kerajaan Napoli. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila Alfonsus memperoleh pendidikan ala militer dengan disiplin yang tegas. Maksudnya ialah agar ia terbiasa dengan pola hidup yang keras dan tidak manja. 



Sejak kecil Alfonsus sudah menunjukkan bakat-bakat yang luar biasa. Tak terbayangkan bahwa ia dalam usianya yang begitu muda, 16 tahun, sudah memperoleh gelar Doktor Hukum di Universitas Napoli, dengan predikat "Magna cum Laude". Karyanya sebagai seorang Sarjana Hukum dimulainya dengan menjadi advokat/pengacara. Ia selalu menang dalam setiap perkara yang dibelanya. Karena itu ia banyak mendapat tanda penghargaan dari orang-orang yang ditolongnya.

Pada tahun 1723 ia diminta membela satu perkara besar. Untuk itu ia berusaha keras mengumpulkan dan meniliti berbagai data tentang perkara itu. Namun keberuntungan ternyata tidak memihak dia. Karena suatu kesalahan kecil ia akhirnya dikalahkan oleh pengacara lawannya. Dengan muka pucat pasi ia beranjak meninggalkan gedung pengadilan. Ia mengalami shock berat dan selama tiga hari ia mengurung diri dalam biliknya merenungi kekalahannya.

Di satu pihak kekalahannya itu sungguh menekan batinnya tetapi di pihak lain kekalahan itu justru menjadi pintu masuk baginya untuk menjalani kehidupan bakti kepada Tuhan dan sesama. Setelah banyak berdoa dan merenung di depan Tarbenakel, ia menemukan kembali ketenangan batin. Ketenangan batin itu menumbuhkan dalam hatinya suatu hasrat besar untuk menjadi seorang rohaniwan. Ketika sedang melayani orang di rumah sakit sebagaimana biasanya, ia mendengar suatu suara ajaib berkata: "Alfonsus, serahkanlah dirimu kepadaKu". Alfonsus terhentak sejenak karena suara ajaib itu terdengar begitu jelas. Lama kelamaan, ia sadar suara itu adalah panggilan Tuhan. Kesadaran ini mendesak dia untuk menentukan sikap tegas terhadap suara panggilan itu. Ia mengambil keputusan untuk menjadi seorang rohaniwan yang mengabdikan diri seutuhnya kepada Tuhan. Keputusan itu disampaikan kepada orangtuanya. Ayahnya sangat kecewa dan tidak mau lagi bertemu dengan dia. Biara pun berkeberatan menerimanya karena alasan kesehatan. Syukurlah uskup setempat meluluskan niat bekas advokat itu. Semenjak itu ia dengan tekun mempelajari teologi dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya agar bisa menjadi seorang imam praja yang baik. Kesungguhan persiapannya itu terutama dilatarbelakangi oleh cara hidup imam-imam masa itu yang kurang mencerminkan keluhuran martabat imamat, dan karenanya umat sering memandang rendah mereka.

Alfonsus kemudian ditabhiskan menjadi imam pada tahun 1726. Imam muda ini begitu cepat terkenal di kalangan umat karena khotbahnya yang menarik dan mendalam. Selain menjadi seorang pengkhotbah ulung, ia pun menjadi bapa pengakuan yang disenangi umatnya. Karyanya sejak awal kehidupannya sebagai imam diabdikannya kepada orang-orang miskin dan pemuda-pemuda gelandangan di kota Napoli. Ia berusaha mengumpulkan mereka untuk memberi pelajaran agama dan bimbingan rohani.

Pada tahun 1729, ia menjadi imam kapelan di sebuah kolose yang khusus mendidik para calon imam misionaris. Di sana ia berkenalan dengan Pater Thomas Falciola, seorang imam yang memberi inspirasi dan dorongan kepadanya untuk mendirikan sebuah institut baru. Kepadanya Pater Thomas Falciola menceritakan tentang para suster binaannya di Scala yang menghayati cara hidup yang keras dalam doa dan matiraga. Terdorong oleh inspirasi dan semangat yang diberikan Pater Thomas Falciola, ia kemudian mendirikan sebuah tarekat religius baru di Scala pada tanggal 9 November 1723. Tarekat ini diberinya nama 'Sanctissimi Redemptoris', dan mengabdikan diri di bidang pewartaan Injil kepada orang-orang desa di pedusunan. Tanpa kenal lelah anggota-anggota tarekat ini berkhotbah di alun-alun, mendengarkan pengakuan dosa dan memberikan bimbingan khusus kepada muda-mudi, pasangan suami-istri dan anak-anak.

Pada umurnya yang sudah tua (66 tahun), ia diangkat menjadi Uskup Agata, kendatipun ia sangat ingin agar orang lain saja yang dipilih. Sebagai uskup, ia berusaha membaharui cara hidup para imamnya dan seluruh umat di keuskupannya. Selain itu, ia menulis banyak buku, diantaranya buku Teologi Moral yang terus dicetak ulang sampai abad ini. Tulisan-tulisannya sangat membantu imam-imam teristimewa dalam bidang perlayanan sakramen Tobat. Dengannya mereka bukan saja mengemban tugas itu dengan penuh kasih sayang, melainkan juga memberikan bimbingan yang tepat kepada umat.
 
Karena sering jatuh sakit, ia beberapa kali minta boleh mengundurkan diri sebagai uskup, namun permohonannya baru dikabulkan ketika ia berumur 80 tahun. Ia diperbolehkan kembali ke biara. Masa-masa terakhir hidupnya sangatlah berat karena penyakit yang dideritanya dan serangan para musuh terhadap kongregasinya. Akhirnya pada tahun 1787, ketika berusia 91 tahun, ia meninggal dunia dengan tenang di Pagani, dekat Napoli, Italia.

sumber: www.imankatolik.or.id

Selasa, 31 Juli 2012

Santo Ignasius Loyola, Pengaku Iman

Ignasius Loyola lahir di Azpeitia di daerah Basque, Propinsi Guipuzcoa, Spanyol Utara pada tahun 1491. Putera bungsu keluarga bangsawan Don Beltran de Onazy Loyola dan Maria Sanchez de Licona ini diberi nama Inigo Lopez de Loyola. Semenjak kecil hingga masa mudanya, Ignasius mengecap kenikmatan hidup mewah di lingkungan istana. Ia dididik dalam tradisi dan kebiasaan hidup istana yang ketat. Pada tahun 1517, Ignatius menjadi tentara kerajaan Spanyol. Empat tahun kemudian, pada tanggal 20 Mei 1521, Ignasius menderita luka parah terkena peluru ketika mempertahankan benteng Pamplona dari serangan tentara Prancis. Penderitaan fisik dan mental yang hebat ini ditanggungnya dengan sabar dan berani dalam perawatan selama hampir satu tahun. 

Masa pemulihan kesehatannya yang begitu lama menjadi baginya suatu masa ber-rahmat, di mana ia menemukan ambang pintu bagi kehidupannya sebagai 'manusia baru'. Selama masa perawatannya, ia ingin sekali menghalau kebosanannya dengan membaca buku-buku kepahlawanan. Sayang sekali bahwa buku-buku heroik yang ingin dibacanya tidak tersedia disitu. Satu-satunya buku yang tersedia ialah buku tentang kehidupan Kristus dan Para Orang Kudus. Demi memuaskan keinginannya, ia terpaksa menjamah dan membolak-balik buku itu. Tanpa disadarinya apa yang dibacanya tertanam dan mulai bersemi dalam lubuk hatinya. Kalbunya serasa sejuk bila menekuni bacaan itu. Lambat laun ia memutuskan untuk menyerahkan seluruh sisa hidupnya bagi Tuhan sebagai Abdi Allah. Ia tidak ingin lagi menjadi pahlawan duniawi. Kepribadiannya berubah secara total. Dari suatu cara hidup duniawi yang sia-sia, ia menjadi seorang rohaniwan yang melekat erat pada Tuhan dalam cinta kasih yang mendalam. Ia bahkan bertekad melampaui pahlawan-pahlawan suci lainnya. 

Pada tahun 1522, Ignasius pergi ke biara Benediktin Montserrat, Timur Laut Spanyol. Selama tiga hari berada disana, ia berdoa dengan tekun dan memohon ampun atas semua dosanya di masa silam. Semua miliknya diberikan kepada orang-orang miskin. Niatnya yang sungguh untuk mengabdi Tuhan dan sesama ditunjukkan dengan meletakkan pedangnya di bawah kaki altar biara itu, pada tanggal 24 Maret malam hari. Keesokan harinya setelah merayakan Ekaristi dan menerima Komuni Kudus, Ignasius pergi ke sebuah gua dekat Manresa. Di gua ini ia mengalami suasana tenang dan damai yang menyenangkan. Dan gua ini jugalah yang menjadi tempat kelahiran baru baginya sebagai seorang 'manusia baru'. Meditasi dan doa-doanya selama berada di gua ini mengaruniakan kepadanya suatu pemahaman yang baru tentang kehidupan rohani. Pemahaman ini diabadikannya dalam bukunya yang berjudul 'Latihan Rohani' yang masih relevan hingga sekarang. Dari Manresa, Ignasius bermaksud berziarah ke Tanah Suci untuk menobatkan orang-orang yang belum mengakui Kristus. Tetapi niat ini dibatalkan karena kondisi negeri Palestina yang tidak memungkinkan. Sebagai gantinya, ia kembali ke Barcelona, Spanyol. 

Pada tahun 1524, Ignasius semakin yakin bahwa tugas pelayanan bagi Tuhan dan sesama perlu didukung oleh pendidikan yang memadai. Karena itu, selama 10 tahun ia berjuang memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan. Ia belajar di Alcala de Henares (1526-1527), Salamanca (1527-1528) dan Paris (1528-1535) hingga memperoleh gelar sarjana pada tanggal 14 Mei 1535. Masa pendidikan ini menjadikan dia seorang yang berkepribadian matang, penuh disiplin diri, dan berpengetahuan luas dan mendalam. Kepribadian dan pengetahuan itu sangat penting bagi peranannya sebagai pemimpin di kemudian hari. Kadang-kadang ia memberikan pelajaran agama serta bimbingan rohani kepada orang-orang yang datang kepadanya. Tetapi kegiatan ini menimbulkan kecurigaan para pejabat Gereja. Sebab tidaklah lazim seorang awam mengajar agama dan spiritualisme. 

Kariernya sebagai Abdi Allah dimulainya dengan mengumpulkan beberapa orang pemuda yang tertarik pada karya pelayanan kepada Tuhan dan GerejaNya. Pemuda-pemuda yang menjadi pengikutnya yang pertama, antara lain Beato Petrus Faber, Santo Fransiskus Xaverius, Diego Laynez, Simon Rodiquez, Alonso Salmeron, dan Nikolas Bobadilla. Kelompok pertama dari Serikat Yesus ini mengucapkan kaul hidup religius di kapel Biara Benediktin di Montmartre. Selain mengikrarkan ketiga kaul hidup membiara: kemurnian, ketaatan dan kemiskinan, mereka pun mengikrarkan kaul tambahan, yakni kesediaan menjalankan karya misioner di Tanah Suci di antara orang-orang Islam. Ignatius sendiri kemudian ditabhiskan menjadi imam pada tanggal 24 Juni 1937. Karena misi ke Palestina tak mungkin diwujudkan akibat perang waktu itu, maka kaul tambahan 'kesediaan melanjutkan karya misi di Tanah Suci' dibatalkan dan diganti 'Pengabdian khusus kepada Sri Paus'. Untuk itu Ignatius bersama rekan-rekannya menawarkan diri kepada Paus Paulus III (1534-1549) untuk mengerjakan tugas saja yang diberikan oleh Paus, dimana saja dan kapan saja. 

Pada tanggal 27 September 1540, Paus Paulus III merestui keberadaan kelompok Ignasian, yang kemudian dikokohkan menjadi sebuah serikat rohaniwan dengan nama Serikat Yesus. Ignasius sendiri diangkat sebagai pemimpin pertama dalam sebuah upacara di basilik santo Paulus. Selama 15 tahun (1541-1556) memimpin Serikat Yesus, Ignasius memusatkan perhatiannya pada pembinaan semangat religius ordonya. Semobayannya-yang kemudian menjadi semboyan umum Serikat Yesus-dalam melaksanakan tugasnya ialah "Ad Maiorem Dei Gloriam". Ia mendirikan banyak kolose antara lain kolose Roma (yang kemudian menjadi Universitas Gregoriana) dan kolose Jerman yang khusus mendidik para calon imam untuk karya kerasulan di wilayah-wilayah Katolik yang sudah dipengaruhi oleh Reformasi Protestan. Selama kepemimpinannya, Ignatius melibatkan imam-imamnya dalam usaha membendung arus pengaruh Protestatisme di Eropa Utara dan dalam Pewartaan Sabda kepada semua orang Katolik tanpa memandang kelas sosialnya. Ia Fransiskus Xaverius, sahabat akrabnya, ke benua Asia yang masih kafir untuk membuka lahan baru bagi karya misioner Gereja.

Ignasius dikenal sebagai seorang rahoniwan yang ramah kepada sesamanya. Kasih sayangnya yang besar kepada orang-orang sakit dan lemah, anak-anak dan pendidikannya, terutama orang-orang berdosa banyak kali membuatnya menangis karena memikirkan kemalangan mereka. Ordo Yesuit yang didirikannya dipoles menjadi sebuah ordo religius yang bebas dari keketatan aturan hidup monastik lama yang kaku. Sebagai reaksi terhadap kekejaman Gereja Abad Pertengahan, yang melahirkan Reformasi Protestan, Ignasius menuntut ketaatan mutlak terhadap Tahkta Suci dan prinsip-prinsip Katolik. Reret yang teratur diupayakannya sebagai suatu sarana ampuh bagi kedalaman spiritualitas orang-orang Kristen. 

Sebelum wafatnya pada tanggal 31 Juli 1556, Ignasius menyaksikan keberhasilan Ordonya dalam mengabdi Tuhan dan GerejaNya. Propinsi serikatnya pada masa itu telah berjumlah 12 dengan 1000 orang imam dan kira-kira 100 buah biara dan kolose. Ignasius dinyatakan sebagai 'beato' oleh Paus Paulus V pada tanggal 3 Desember 1609 dan kemudian oleh Paus Gregorius XV dinyatakan sebagai 'santo' pada tanggal 12 Maret 1622. Ignasius diangkat sebagai pelindung semua kegiatan rohani oleh Paus Pius XI pada tahun 1922.

sumber: www.imankatolik.or.id

Rabu, 25 Juli 2012

St. Yakobus, Rasul

Yakobus adalah anak Zebedues, kakak Yohanes Rasul. Ia disebut Yakobus Tua sekedar untuk membedakan dia dari Yakobus Muda, yang juga seorang Rasul Yesus. Sebutan itu disesuaikan dengan kondisi tubuhnya yang tinggi dan besar serta umurnya yang lebih tua daripada Yakobus Muda. Yesus memanggil dia bersama adiknya Yohanes sebagai muridNya tatkala mereka sedang memperbaiki pukatnya di tepi pantai Genezareth. Jelaslah bahwa mereka adalah nelayan. 

Bersama dengan Petrus dan Yohanes, Yakobus Tua termasuk kelompok Rasul inti yang dipilih Yesus. Mereka bertiga turut menyaksikan peristiwa pemuliaan Yesus di gunung Tabor dan peristiwa sakratul maut Yesus di taman Zaitun. Yakobus Tua adalah seorang Rasul yang kokoh iman-kepercayaannya dan sangat setia kepada Yesus. Dialah yang menyuruh Yesus menjatuhkan api dari langit untuk memusnahkan orang-orang Samaria yang tidak mau menerima Yesus dan murid-muridNya. Mungkin karena kedudukan mereka dalam kelompok keduabelasan sebagai Rasul Inti dan karena semangat imannya, Yesus menamakan kedua Rasul bersaudara itu (Yakobus Tua dan Yohanes) "Putera-putera Halilintar".

Ibunya meminta kepada Yesus agar diberi kedudukan terhormat dalam Kerajaan Kristus. Terhadap permintaan ini, Yesus dengan tenang meminta mereka memikirkan apakah mereka sanggup meminum piala penderitaanNya. Ketika mereka mengatakan 'sanggup meminumnya', Yesus mengatakan bahwa mereka akan meminum piala penderitaan itu, namun hal duduk di dalam Kerajaan Allah hanyalah diberikan kepada orang yang berkenan kepada Allah Bapa.

Ramalah Yesus akan kematian Yakobus segera terpenuhi. Yakobuslah Rasul yang pertama minum piala kemartiran. Atas perintah Herodes Agripa I, ia dijatuhi hukuman pancung pada tahun 43/44. Menurut tradisi yang berkembang Yakobus mengunjungi Spanyol sebelum kematiannya. Relikiunya sangat dihormati di Santiago de Compostela, Spanyol. Tempat ini sekarang menjadi suatu tempat ziarah termasyur.

sumber: www.imankatolik.or.id

Selasa, 17 Juli 2012

LORESA: Sebuah Spriritualitas bagi Orang Muda Katolik



 Apa itu LORESA ? Buku ini akan membahas mengenai salah satu spiritualitas yang baik jika dihayati oleh OMK. LORESA singkatan dari love, readiness, sacrifice atau cinta, siapsedia, rela berkorban. 

  • Secara singkat, Love atau cinta kasih adalah semangat untuk hidup dengan cara mencintai Allah dan sesama seperti diri sendiri tanpa syarat apapun,  tanpa batas apapun.
  •  Readiness atau siap sedia adalah semangat untuk siap dan bersedia menerima apapun yang Tuhan berikan dalam hidup kita, serta siap dan bersedia untuk memberikan apa saja yang Tuhan minta dari kita. Ini juga berarti siap sedia dipanggil dan diutus Tuhan untuk berbuat baik kapan saja, di mana saja dan kepada siapa saja.   
  • Sacrifice atau rela berkorban adalah semangat untuk mau melakukan hal yang tidak enak demi suatu tujuan yang tidak bisa digantikan oleh hal lain. 
 Buku ini ditulis oleh seorang "Orang Muda" yang menghayati LORESA. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai LORESA, anda bisa segera mendapatkan bukunya.  Untuk pemesanan, silahkan menghubungi penulisnya langsung di 085715273787 (Sdri. Irene) dengan harga khusus Rp. 20.000,- saja (persediaan terbatas). Bisa juga mendapatkannya di Toko Buku Rohani Rumah Retrert Giri Nugraha Palembang. Atau bisa juga menghubungi YDCer terdekat.

-vivat cor jesu-

Rabu, 11 Juli 2012

Santo Benediktus, Abbas

Benediktus dikenal sebagai pendiri cara hidup monastik di Eropa Barat. Ia meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi seorang pertapa. Kemudian ia mendirikan sebuah tarekat yang dikenal dengan namanya, ordo Benediktin, yang bermarkas di Monte Casino. Pada tahun 1944 ketika Perang Dunia II berkecamuk biara induk Monte Casino dihancurkan, dan baru dibangun kembali setelah perang. Benediktus lahri di Nursia, Italia Tengah sekitar tahun 480 dan meninggal dunia di Monte Casino pada tahun 547. Saudarinya, Skolastika, yang kemudian menjadi seorang Santa, adalah seorang religius sejati yang membaktikan dirinya kepada Tuhan dan sesama. Dibantu oleh sebuah keluarga bangsawan yang mengikuti kebiasaan mendidik anak-anaknya bagi karier politik, Benediktus dikirim ke Roma untuk menlanjutkan pendidikannya. Di Roma ia menderita sekali karena tingginya biaya hidup. Alau ditemani oleh seorang pelayan keluarga yang terpercaya, ia meninggalkan kota Roma. Ketika itu ia berusia 20 tahun. 


Untuk sementara waktu, ia tinggal di Enfide sekitar 40 mil baratdaya kota Roma bersama sekelompok orang Kristen saleh sambil terus melanjutkan studi dan praktek askesenya. Ia kemudian meninggalkan Enfide untuk hidup menyendiri jauh dari kehidupan ramai di kota. Rekan-rekannya sangat mencintai dia dan percaya akan kemampuannya membuat mukzijat. Ia menemukan suatu tempat pengungsian yang sepi di dalam sebuah gua di atas gunung Subiako, 50 mil sebelah timur kota Roma. Di dalam gua itu, ia bertapa selama tiga tahun. Ia dibantu oleh Romanus, seorang pertapa lain dalam bimbingan rohani maupun makan-minum setiap hari.

Reputasi Benediktus sebagai seorang pertapa tidak bisa terus disembunyikan. Namanya segera terkenal di antara penduduk desa di sekitarnya. Tatkala superior dari sebuah biara di dekat gua pertapaannya meninggal dunia, biarawan-biarawan itu meminta Benediktus menjadi pemimpin mereka. Dengan senang hati Benediktus menerima permohonan itu dan segera meninggalkan gua pertapaannya. Ia disambut dengan gembira. Tetapi segera ia menyadari, bahwa kehidupan di biara itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Para biarawan tidak disiplin dan lemah pendiriannya. Benediktus berusaha untuk memperbaiki situasi biara itu, namun tidak semua biarawan setuju, ada yang bahkan membenci dan berupaya meracuninya. Untunglah Benediktus selamat. Gelas minumnya yang berisi racun itu tiba-tiba saja hancur berantakan ketika dijamahnya. Benediktus segera meninggalkan biara itu dengan sedih hati. Ia kembali ke gua Subiako. Dari sana ia mulai mengumpulkan banyak pertapa yang terpencar dimana-mana. Sejak itu ia mulai meninggalkan idenya yang lama dan memulai hidup Cenobitik: sebuah komunitas pria yang mengabdikan diri pada kehidupan religius. Dengan meniru cara hidup asketis Mesir, teristimewa dari tradisi Pakomius, Benediktus mengelompokkan pengikut-pengikutnya dalam 12 kelompok, masing-masing dengan pimpinannya. Kehidupan monastik dengan 12 biara ini dimulainya di Subiako.

Selanjutnya, seorang bangsawan Roma memberinya sebidang tanah di dekat kota Kasino, kira-kira 30 mil jauhnya dari Subiako. Kasino terletak di kaki gunung dan sangat subur. Di sini Benediktus mendirikan sebuah gereja yang dipersembahkan kepada Santo Yohanes Pembaptis. Demikianlah awal dari biara Monte Kasino yang terkenal itu. Enam hari sebelum wafatnya, Benediktus menyuruh rekan-rekannya menyiapkan kuburnya di samping saudarinya Skolastika yang meninggal enam minggu sebelumnya. Relikiu Benediktus dan Skolastika ditemukan kembali pada tahun 1950 di bawah reruntuhan altar gereja Monte Kasino yang hancur pada masa Perang Dunia II. 

Semua berita tentang kehidupan Benediktus diketahui dari buku "Dialog" karangan Paus Gregorius Agung yang ditulis 50 tahun setelah kematian Benediktus. Sumber informasi lain ialah aturan-aturan hidup yang disusunnya bagi pengikut-pengikut di Monte Kasino. Dari aturan hidup itu terlihat jelas kepribadian Benediktus sebagai seorang pemimpin biara yang ramah tamah, bijaksana dan penuh pengertian. Sikapnya sangat moderat baik dalam hal doa, kerja, pewartaan, makanan, tidur, dan lain-lainnya. Aturan hidup membiara Santo Benediktus merupakan aturan hidup membiara pertama di Eropa Barat. Santo Benediktus biasanya digambarkan sebagai seorang Abbas yang sedang memegang satu salinan aturan hidup membiara.

sumber: www.imankatolik.or.id

Selasa, 10 Juli 2012

Saling Mengasihi

Sejak Tuhan memberi kita sebuah kehidupan di dunia, tanpa disadari bahwa Ia sangat mengasihi kita sebagai ciptaan-Nya. Namun, kita seringkali kurang menyadari betapa besar kasih Tuhan pada kita. Kita sering mengeluh jika doa yang kita panjatkan tidak dikabulkan-Nya, atau kita sering menyalahkan Tuhan jika kita mengalami kegagalan, kekecewaan, dukacita, atau suatu persoalan yang sulit diatasi.

Sobat, perlu diingat bahwa kasih Tuhan sungguh besar kepada kita. Ia mengasihi kita melalui banyak cara yang mungkin tak pernah terpikirkan. Ia mengasihi kita lewat orangtua kita, saudara kita, teman dan sahabat kita, dan orang-orang yang pernah kita jumpai. Salah satu bukti cinta kasih-Nya kepada kita adalah Ia memberikan nafas dengan cuma-cuma atau gratis. Tidak bisa dibayangkan bila Tuhan memberikan tarif untuk tiap nafas yang kita tarik, tentulah hidup kita hanya sebentar saja karena mahalnya tarif yang Ia berikan untuk sekali tarikan nafas. Kasih Tuhan seperti sungai yang selalu mengalir setiap saat, baik di waktu senang maupun  di waktu susah.

Tuhan telah memberi cinta kasih-Nya secara cuma-cuma kepada kita, maka sudah layak dan sepantasnyalah kita juga memberikan cinta kasih kita kepada sesama secara cuma-cuma juga. Kasihilah sesama kita seperti kita mengasihi diri sendiri. Yesus pernah bersabda: "Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma." (Mat 10:8). Maka marilah kita saling mengasihi seperti Ia telah mengasihi kita.©Chris

KITALAH SANG PENENTU ATAS HIDUP KITA BUKAN ORANG LAIN

Dua orang ibu memasuki toko pakaian & membeli baju seragam anaknya.

Ternyata pemilik tokonya lagi bad mood sehingga tidak melayani dengan baik, malah terkesan buruk, tidak sopan dengan muka cemberut.

Ibu pertama jelas jengkel menerima layanan yg buruk seperti itu.

Yg mengherankan, ibu kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan kepada penjualnya.

Ibu pertama bertanya, “Mengapa Ibu bersikap demikian sopan pada penjual menyebalkan itu?”

Lantas dijawab, “Mengapa aku harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak ? Kitalah sang penentu atas hidup kita, bukan orang lain.”

"Tapi ia melayani dengan buruk sekali," bantah Ibu pertama.

"Itu masalah dia. Kalau dia mau bad mood, tidak sopan, melayani dengan buruk dll, toh tidak ada kaitannya dengan kita. Kalau kita sampai terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur & menentukan hidup kita, padahal kitalah yang bertanggung jawab atas diri kita," jelas Ibu kedua.

Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan orang lain kepada kita. Kalau orang melakukan hal buruk, kita akan membalasnya dengan hal yang lebih buruk lagi. Dan sebaliknya.

Kalau orang tidak sopan, kita akan lebih tidak sopan lagi. Kalau orang lain pelit terhadap kita, kita yg semula pemurah tiba jadinya sedemikian pelit kalau harus berurusan dengan org tersebut. Ini berarti tindakan kita dipengaruhi oleh tindakan org lain.

Kalau direnungkan, sebenarnya betapa tidak arifnya tindakan kita. Mengapa utk berbuat baik saja, harus menunggu diperlakukan dengan baik oleh orang lain dulu?

Jagalah suasana hati sendiri, jangan biarkan sikap buruk org lain menentukan cara kita bertindak! Kitalah sang penentu yang sesungguhnya!

I'm an ACTOR, not reactor.

Senin, 09 Juli 2012

St. Agustinus Zhao Rong, Imam dan Martir

Agustinus Zhao Rong lahir di Sichuan, Guizhou, China, sekitar tahun 1746. Nama aslinya adalah Zhao Rong. Zhao Rong terlahir bukan sebagai orang kristen. Tidak ada kisah hidupnya yang cukup detail, khususnya masa kecil serta latar belakang keluarganya. Saat ia berumur 20 tahun, ia masuk menjadi seorang tentara. Tahun 1785, ia menjadi pasukan yang membawa St. Yohanes Gabriel Taurin Dufresse, M.E.P., yang pada saat itu adalah seorang tahanan menuju Peking. Tidak lama setelah itu ia menyaksikan penganiayaan umat Kristen di Wuchuan. 
Peristiwa penganiayaan ini mungkin yang mengubah jalan hidupnya. Ia kemudian bertemu dengan B. Jean-Martin Moye dan mengikutinya. Setelah mempelajari iman kristen, Zhao Rong dibaptis pada pesta St. Agustinus. Nama "Agustinus" itu juga yang dipakainya sebagai nama baptisnya.  Setelah menjadi pengikut Kristus, Zhao Rong kemudian melanjutkan belajar di seminari. Ia ditahbiskan sebagai imam dalam usia 35 tahun. 
Agustinus Zhao Rong berkarya di Yunnan sampai terjadi penganiayaan umat Kristen di bawah Kaisar Jiaqing. Zhao Rong dibawa ke Cheng-du. Di sana ia mendapat perlakukan yang kasar dan kejam. Setelah dihina dan dipukuli, Agustinus Zhao Rong meninggal pada 27 Januari 1815 di dalam penjara di Cheng-du, Sichuan, China. Pada 27 Mei 1900, ia dibeatifikasi oleh Paus Leo XIII, dan pada 1 Oktober 2000, ia dikanonisasi bersama dengan 199 martir-martir China lainnya oleh Paus B. Yohanes Paulus II.
sumber: www.parokistyoseptbk.blogspot.com

Minggu, 08 Juli 2012

Masa yang Hilang

Kitab Suci hanya menceritakan sedikit sekali tentang Yesus pada umur 12 tahun di kenisah, dan kemudian langsung disusul dengan kisah Yesus yang mulai tampil di hadapan umum pada usia 30 tahun. Apa yang dilakukan Yesus ketika berumur antara 12 sampai 29 tahun? Di mana Yesus berada? Mengapa hal ini tidak dicatat dalam Injil?

Pertama, Injil adalah kitab yang menuliskan kesaksian iman tentang Yesus sebagai Penyelamat atau Mesias. Injil bukanlah otobiografi. Karena itu, bisa dimengerti bahwa tidak semua riwayat Yesus tertulis di dalam Injil. Dalam Injil-injil yang diakui resmi, tidak ditemukan data tentang apa yang terjadi antara masa kanak-kanak dan pembaptisan Yesus oleh Yohanes di Sungai Yordan. Kita hanya mempunyai beberapa komentar insidentil atas hidup Yesus. Diamnya Injil tentang hal ini dan rujukan-rujukan pendek tentang Yesus yang ada dalam Injil, menyiratkan bahwa hidup Yesus selama masa itu berjalan biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu yang luar biasa yang pantas dicatat.  

Kedua, sangat mungkin Yesus tetap tinggal di Nazaret dan melakukan pekerjaan sebagai tukang kayu. Menarik dicermati bahwa Injil yang tertua, Markus, menyebut Yesus langsung sebagai "tukang kayu" (Mrk 6:3), sedangkan Matius menyebutnya "anak tukang kayu" (Mat 13:55). Sebutan Markus ini mengindikasikan bahwa Yesus telah mempraktikkan pekerjaan-Nya sebagai tukang kayu selama bertahun-tahun, sehingga Dia tidak disebut lagi sebagai "anak tukang kayu" tetapi sebagai "tukang kayu" itu sendiri. Sebutan pekerjaan yang sedemikian jelas itu tidak mungkin dilakukan jika Yesus tidak berada di Nazaret, dan Dia sendiri sudah menjalankan pekerjaan sebagai tukang kayu. Perumpamaan-Nya menunjukkan pengenalan-Nya yang baik akan hidup dan karya seorang tukang kayu. Pada waktu itu, tukang kayu juga membangun rumah dan menara.

Ketiga, perumpamaan-perumpamaan dan ucapan-ucapan Yesus menunjukkan bahwa Yesus sungguh mengenal dan menguasai Kitab Suci, sehingga Yesus dengan mudah menggunakan gambaran-gambaran biblis dan secara spontan mengutip teks-teks Kitab Suci. Semua ini menunjukkan bahwa Yesus pasti sudah membatinkan Kitab Suci secara baik sekali sejak masa kanak-kanak-Nya dan selama tahun-tahun tersembunyi di Nazaret.

Keempat, orang-orang sekota Yesus menunjukkan keheranan tentang apa yang diajarkan-Nya dan mempertanyakan dari mana asal semua hikmat yang diajarkan-Nya: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan, mukjizat-mukjizat yang demikian, bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?" (Mrk 6:2). Seandainya Yesus meninggalkan Nazaret dan belajar ajaran-ajaran lain di luar Nazaret atau bahkan di luar Israel, tentu pertanyaan itu tidak akan muncul. Jika Yesus belajar sesuatu di luar Israel, tentu orang-orang sekota Yesus akan memaklumi hal-hal baru yang diajarkan-Nya. Reaksi marah dan kecewa ini menunjukkan bahwa Yesus benar-benar dikenal sebagai seorang yang normal, "anak biasa" di antara orang-orang sekota-Nya.

Kelima, pengenalan biasa orang-orang sekota Yesus ini semakin diteguhkan oleh ungkapan mereka, "Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas, dan Simon? Dan, bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita? Lalu, mereka kecewa dan menolak Dia" (Mrk 6:3; bdk Mat 13:53-58; Luk 4:23-30). Ungkapan orang-orang sekota Yesus ini jelas menegaskan pengenalan mereka yang sangat dekat akan siapa Yesus itu, karena saudara-saudara laki-laki maupun perempuan mereka kenal dengan baik. Karena pengenalan yang sedemikian dekat ini, pasti tidak ada informasi tentang Yesus yang terlewatkan. Sekali lagi, hal ini menunjukkan Yesus tinggal di Nazaret dan menjalankan pekerjaan-Nya dengan diam, dan menjadi bagian dari Kota Nazaret, cukup dikenal oleh orang-orang sekota-Nya.

Keenam, minimnya data tentang pertumbuhan Yesus antara umur 13 sampai 29 tahun, menunjukkan bahwa Allah Putra sungguh-sungguh menjadi manusia sehingga manusia tidak lagi mengenali kehadiran atau pribadi Allah sendiri. Yesus melewati seluruh proses untuk menjadi manusia. Dia tidak mengambil jalan pintas. Dia tidak pernah memanfaatkan kesempatan dari keilahian-Nya. Dia menerima hidup di bawah otoritas orangtua-Nya, belajar menjadi tukang kayu, menjadi bagian masyarakat Nazaret. Kesadaran dan panggilan-Nya berkembang dan terbuka secara berangsur-angsur di bawah pengaruh pelbagai hubungan manusiawi yang mendewasakan di lingkungan Yahudi biasa.

sumber: www.hidupkatolik.com

Jumat, 29 Juni 2012

Santo Petrus dan Paulus, Rasul

Sejak semula Gereja menghormati kedua rasul, Petrus dan Paulus, secara bersama-sama. Kedua rasul ini dianggap sebagai Sokoguru gereja.
Simon anak Yunus dan saudara Andreas, lahir di Betsaida, Galilea, sebuah kampung di tepi danau Genesaret. Seperti ayahnya, Simon adalah seorang nelayan yang ulet, bertabiat jujur, dan rajin. Ia tidak berpendidikan tinggi tetapi cukup terampil dalam pekerjaannya sebagai seorang nelayan. Kepribadiannya sangat menarik perhatian Yesus; karena itu Yesus berkenan menjadikannya seorang muridNya, bahkan mengangkatnya sebagai pemimpin para rasul dan pemimpin Gereja yang pertama.
Pada mulanya, Simon bersama Andreas saudaranya, menjadi murid Yohanes Pemandi. Oleh Andreas, Simon diperkenalkan kepada Yesus, Sang Mesias yang dinanti-nantikan oleh seluruh bangsa Israel. “Kami telah menemukan Mesias, yaitu Kristus”, kata Andreas kepada Simon. Pada saat itu, Yesus berkata kepada Simon, “Engkau anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus).(Yoh1:41-42) Kefas artinya wadas atau batu karang. Sejak saat itu, dia lebih dikenal dengan nama Petrus.
Petrus secara resmi berkeputusan mengikuti Yesus, Sang Mesias dengan meninggalkan segala-galanya, ketika ia menyaksikan mukzijat penangkapan ikan secara ajaib oleh Yesus. Kata Yesus kepada Petrus: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” Petrus berkata kepada Yesus: “Guru, sepanjang malam kami bekerja keras, dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” Dengan kepercayaan itu, Petrus menyaksikan kuasa Yesus, Sang Mesias.” Dan di depan Yesus yang penuh kuasa Ilahi itu Petrus bersujud: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa”. Kepada Petrus yang rendah hati itu, Yesus berkata: “Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia”. Setelah penyerahan diri ini, Petrus diperkenankan menyaksikan berbagai peristiwa dan akhirnya dipercayakan tugas menjadi pemimpin para rasul dan gembala kaum beriman.
Di samping kisah-kisah yang menampilkan pribadi Petrus sebagai orang kepercayaan Yesus, terdapat juga kisah Injil yang menampilkan pribadi Petrus sebagai seorang yang masih dangkal imannya dan belum memahami benar kehendak Allah atas diri Yesus. Dalam Mat16:21-28 dikisahkan tentang pemberitahuan Yesus tentang penderitaanNya, dan Petrus serta merta berkata: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau”. “Enyalah iblis. Engkau suatu batu sandungan bagiKu, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia”, demikian teguran Yesus kepada Petrus. Ia juga menyangkal Yesus ketika Yesus ditangkap dan diadili. Mat26:30-35; 69-75).
Sesudah kebangkitan Yesus, Petrus diangkat menjadi pemimpin keduabelas rasul dan gembala kaum beriman di Yerusalem. Petrus juga yang menerima orang kafir pertama ke dalam Gereja, dan memimpin konsili pertama di Yerusalem.
Paulus (Saulus) dilahirkan di Tarsus, Asia Kecil dari keluarga Yahudi yang berkewarganegaraan Romawi. Ia seorang terdidik dan belajar di Yerusalem pada Gamaliel, dari kelompok Farisi. Sebagai seorang Farisi yang fanatik, Saulus tiada henti mengejar dan memenjarakan murid-murid Yesus.
Dalam perjalanan ke Damsyik, Yesus menangkapnya dan menjadikan dia seorang rasul untuk bangsa-bangsa kafir. Ia dipermandikan oleh Ananias. Ia menjelajahi seluruh daerah Laut Tengah untuk mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa kafir. Perjalanan misinya senantiasa diwarnai dengan berbagai kesulitan dan pertentangan dengan kaum kafir. Di Yerusalem ia ditangkap oleh bangsa Yahudi, lalu dipenjarakan dan di bawa ke Roma, sebab ia naik banding kepada kaisar. Akhirnya ia dibebaskan. Tak lama kemudian, dia ditangkap lagi dan akhirnya menemui ajalnya sebagai martir di Roma pada tahun 67.

Rabu, 27 Juni 2012

St. Ireneus, Uskup & Martir

Ireneus lahir di Asia Kecil kira-kira pada tahun 140. Pendidikannya berlangsung di Smyrna. Pelajaran agama diperolehnya dari Santo Polykarpus, seorang murid Santo Yohanes Rasul. Riwayat hidupnya kurang diketahui, tetapi dari tulisan-tulisannya sendiri dapatlah diperoleh banyak informasi tentang dirinya. Pada masa tuanya, ia mengirimkan sepucuk surat kepada seorang temannya di Smyrna. Dari surat itu diketahui kesannya terhadap pengajaran Santo Polykarpus. Sebagian suratnya dapat dibaca dalam kutipan berikut: “Peristiwa-peristiwa pada masa itu masih kuingat baik daripada yang terjadi baru-baru ini. Karena yang kita pelajari pada masa muda tumbuh subur dan mengakar dalam batin. Saya masih mengingat dimana Polykarpus duduk ketika ia mengajar, bagaimana caranya berjalan dan bagaimana sikapnya. Saya masih ingat akan khotbah-khotbahnya kepada umat, dan bagaimana ia mengisahkan pergaulannya dengan Yohanes serta orang-orang lain yang menjadi saksi hidup Tuhan. Polykarpus mengajarkan apa yang didengarnya dari saksi-saksi mata kehidupan Yesus dan mukzijat-mukzijatNya. Semua berkat kemurahan Allah itu telah kuterima dengan sepenuh hati dan kucatat bukannya di atas selembar kertas, melainkan di dalam hatiku, serta oleh rahmat Allah selalu kurenungkan dengan seksama”.

Irenues bekerja di Lyons sebagai seorang imam. Pada tahun 177, timbullah aksi penghambatan agama di Lyons. Uskup kota Lyons, Potinus, meninggal karena suatu penganiayaan yang kejam atas dirinya. Ireneus diangkat menjadi penggantinya. Sebagai uskup, ia menggembalakan umatnya dengan penuh perhatian dan cinta. Kepada umatnya ia selalu berkhotbah dalam bahasa setempat, meskipun ia sendiri dibesarkan dalam bahasa Yunani. Dalam kepemimpinannya, ia selalu berusaha membela ajaran iman yang benar. Ia juga memperjuangkan kesatuan Gereja dan menegakkan kewibawaan Paus.

Namanya Ireneus, yang berarti pencinta damai, diusahakan menjadi kenyataan di dalam seluruh hidupnya. Dalam perselisihan antara Gereja Latin dan Yunani tentang tanggal hari raya Paska, ia menjadi juru bicara Sri Paus. Ia meninggal pada tahun 202 selaku seorang martir Kristus.

Minggu, 17 Juni 2012

Pesta Hati Kudus Yesus

Pada hari Minggu 17 Juni 2012 tepatnya pukul 5 sore, diadakan perayaan ekaristi dalam rangka memperingati Hari Raya Hati Kudus Yesus di Paroki St. Petrus Palembang. Hari Raya Hati Kudus Yesus merupakan hari raya yang penting khususnya bagi Imam dan Bruder SCJ (Congregatio Sacerdotum a Sacro Corde Jesu) yakni Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus. Perayaan ini dihadiri para Imam SCJ, Frater, Bruder, Suster, dan ratusan umat.

Tepat pukul lima sore, perayaan ekaristi dimulai. Diawali dengan perarakan misdinar yang diikuti para Romo SCJ dan didampingi seorang Diakon yang diiringi lagu pembuka. Perayaan ekaristri ini dipimpin Oleh Rm. Fridho SCJ yang didampingi oleh Rm. Teja SCJ, Rm. Titus SCJ, FrD. Murwanto SCJ serta para Romo SCJ yang menjadi selebran. Dalam homilinya, Rm. Teja SCJ menyampaikan sejarah mengenai Margareta Maria Alacoque yang menerima tugas Kristus yang menampakkan diri-Nya beberapa kali kepadanya, untuk menyebarluaskan kebaktian Hati-Nya yang Kudus pada pertengahan abad ke-17. Kepada siapa-siapa yang menghormati Hati Kudus secara istimewa, Kristus menjanjikan rahmat-rahmat berikut:
1. Aku akan menganugerahkan kurnia yang dibutuhkan dalam suatu keadaan yang mendesak.
2. Aku akan mengaruniakan damai dalam keluarga-keluarga mereka.
3. Aku akan menghibur mereka dalam segala penderitaan.
4. Aku akan menjadi tempat berlindung bagi mereka sepanjang hidup, khususnya pada saat menghadapi  maut.
5. Aku akan mencurahkan berkat atas segala usaha mereka.
6. Para pendosa akan menemukan dalam hati-Ku sumber dan samudera belas kasihan yang tak terbatas.
7. Orang-orang yang dingin hati akan memperoleh karunia semangat kerajinan untuk berbuat baik.
8. Orang-orang yang bersemangat dan rajin akan berkembang dengan cepat menuju kesempurnaan yang tinggi.
9. Para imam akan memperoleh kurnia-kurnia, agar mereka sanggup melunakkan hati yang paling keras dalam dosa.
10. Aku akan memberkati rumah-rumah dimana patung/gambar hati-Ku yang terkudus ditempatkan dan dihormati.
11. Nama setiap orang yang menyebarluaskan penghormatan ini akan tertulis dalam hati-Ku dan tak akan pernah terhapus.
12. Aku tak akan membatalkan sedikit pun kurnia-kurnia bagi semua orang yang ingin memperoleh-Nya dalam hati-Ku.
Seusai Rm. Teja memberi homili, Rm. Fridho menambahkan sedikit hal mengenai Hati Kudus. Menurutnya, Hati Kudus mempunyai arti yang begitu indah. HATI KUDUS berarti " Hidup adalah Anungrah Tuhan yang Indah, maka Kuisi Untuk Doa dan Usaha Senantiasa. "

Pada perayaan ekaristi ini juga dihantar persembahan berupa gunungan yang berisi hasil bumi dan hasil tangan manusia yang akan diberkati dan dibagi-bagi pada umat. Pada perayaan ini juga, para Dehonian (sebutan utk SCJ) memperbaharui Kaul mereka agar tetap setia pada prasetya yang pernah diucapkan. Sebelum berkat penutup, gunungan tersebut diberkati agar siapa saja yang mendapatkannya akan mendapat berkat pula. Setelah berkat penutup, gunungan yang telah diberkati tersebut di bawa ke lapangan. Dalam sekejap, gunungan tersebut langsung diserbu umat yang ingin memperoleh berkat dan langsung habis tanpa sisa.

Sebagai ungkapan syukur, seusai perayaan ekaristi diadakan pesta rakyat. Umat dipersilahkan menyantap hidangan yang telah disediakan. Umat tampak larut dalam kegembiraan bersama para Dehonian. Tanpa terasa hari mulai malam, dan secara perlahan umat mulai meninggalkan paroki. Demikianlah cerita singkat mengenai Pesta Hati Kudus Yesus di tahun 2012, semoga tahun depan Pesta Hati Kudus Yesus lebih meriah lagi... Tuhan memberkati^^

vivat cor jesu !

Jumat, 15 Juni 2012

DUA BELAS JANJI HATI KUDUS YESUS

Margareta Maria Alacoque (1647-1690) menerima tugas Kristus yang menampakkan diri-Nya beberapa kali kepadanya, untuk menyebarluaskan kebaktian HATINYA YANG KUDUS.
Kepada siapa-siapa yang menghormati HATI KUDUS secara istimewa, KRISTUS menjanjikan rahmat-rahmat berikut:

1. Aku akan menganugerahkan kurnia yang dibutuhkan dalam suatu keadaan yang mendesak.
2. Aku akan mengaruniakan damai dalam keluarga-keluarga mereka.
3. Aku akan menghibur mereka dalam segala penderitaan.
4. Aku akan menjadi tempat berlindung bagi mereka sepanjang hidup, khususnya pada saat menghadapi  maut.
5. Aku akan mencurahkan berkat atas segala usaha mereka.
6. Para pendosa akan menemukan dalam hati-Ku sumber dan samudera belas kasihan yang tak terbatas.
7. Orang-orang yang dingin hati akan memperoleh karunia semangat kerajinan untuk berbuat baik.
8. Orang-orang yang bersemangat dan rajin akan berkembang dengan cepat menuju kesempurnaan yang tinggi.
9. Para imam akan memperoleh kurnia-kurnia, agar mereka sanggup melunakkan hati yang paling keras dalam dosa.
10. Aku akan memberkati rumah-rumah dimana patung/gambar hati-Ku yang terkudus ditempatkan dan dihormati.
11. Nama setiap orang yang menyebarluaskan penghormatan ini akan tertulis dalam hati-Ku dan tak akan pernah terhapus.
12. Aku tak akan membatalkan sedikit pun kurnia-kurnia bagi semua orang yang ingin memperoleh-Nya dalam hati-Ku.

vivat cor jesu, per cor mariae