Minggu, 08 Juli 2012

Masa yang Hilang

Kitab Suci hanya menceritakan sedikit sekali tentang Yesus pada umur 12 tahun di kenisah, dan kemudian langsung disusul dengan kisah Yesus yang mulai tampil di hadapan umum pada usia 30 tahun. Apa yang dilakukan Yesus ketika berumur antara 12 sampai 29 tahun? Di mana Yesus berada? Mengapa hal ini tidak dicatat dalam Injil?

Pertama, Injil adalah kitab yang menuliskan kesaksian iman tentang Yesus sebagai Penyelamat atau Mesias. Injil bukanlah otobiografi. Karena itu, bisa dimengerti bahwa tidak semua riwayat Yesus tertulis di dalam Injil. Dalam Injil-injil yang diakui resmi, tidak ditemukan data tentang apa yang terjadi antara masa kanak-kanak dan pembaptisan Yesus oleh Yohanes di Sungai Yordan. Kita hanya mempunyai beberapa komentar insidentil atas hidup Yesus. Diamnya Injil tentang hal ini dan rujukan-rujukan pendek tentang Yesus yang ada dalam Injil, menyiratkan bahwa hidup Yesus selama masa itu berjalan biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu yang luar biasa yang pantas dicatat.  

Kedua, sangat mungkin Yesus tetap tinggal di Nazaret dan melakukan pekerjaan sebagai tukang kayu. Menarik dicermati bahwa Injil yang tertua, Markus, menyebut Yesus langsung sebagai "tukang kayu" (Mrk 6:3), sedangkan Matius menyebutnya "anak tukang kayu" (Mat 13:55). Sebutan Markus ini mengindikasikan bahwa Yesus telah mempraktikkan pekerjaan-Nya sebagai tukang kayu selama bertahun-tahun, sehingga Dia tidak disebut lagi sebagai "anak tukang kayu" tetapi sebagai "tukang kayu" itu sendiri. Sebutan pekerjaan yang sedemikian jelas itu tidak mungkin dilakukan jika Yesus tidak berada di Nazaret, dan Dia sendiri sudah menjalankan pekerjaan sebagai tukang kayu. Perumpamaan-Nya menunjukkan pengenalan-Nya yang baik akan hidup dan karya seorang tukang kayu. Pada waktu itu, tukang kayu juga membangun rumah dan menara.

Ketiga, perumpamaan-perumpamaan dan ucapan-ucapan Yesus menunjukkan bahwa Yesus sungguh mengenal dan menguasai Kitab Suci, sehingga Yesus dengan mudah menggunakan gambaran-gambaran biblis dan secara spontan mengutip teks-teks Kitab Suci. Semua ini menunjukkan bahwa Yesus pasti sudah membatinkan Kitab Suci secara baik sekali sejak masa kanak-kanak-Nya dan selama tahun-tahun tersembunyi di Nazaret.

Keempat, orang-orang sekota Yesus menunjukkan keheranan tentang apa yang diajarkan-Nya dan mempertanyakan dari mana asal semua hikmat yang diajarkan-Nya: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan, mukjizat-mukjizat yang demikian, bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?" (Mrk 6:2). Seandainya Yesus meninggalkan Nazaret dan belajar ajaran-ajaran lain di luar Nazaret atau bahkan di luar Israel, tentu pertanyaan itu tidak akan muncul. Jika Yesus belajar sesuatu di luar Israel, tentu orang-orang sekota Yesus akan memaklumi hal-hal baru yang diajarkan-Nya. Reaksi marah dan kecewa ini menunjukkan bahwa Yesus benar-benar dikenal sebagai seorang yang normal, "anak biasa" di antara orang-orang sekota-Nya.

Kelima, pengenalan biasa orang-orang sekota Yesus ini semakin diteguhkan oleh ungkapan mereka, "Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas, dan Simon? Dan, bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita? Lalu, mereka kecewa dan menolak Dia" (Mrk 6:3; bdk Mat 13:53-58; Luk 4:23-30). Ungkapan orang-orang sekota Yesus ini jelas menegaskan pengenalan mereka yang sangat dekat akan siapa Yesus itu, karena saudara-saudara laki-laki maupun perempuan mereka kenal dengan baik. Karena pengenalan yang sedemikian dekat ini, pasti tidak ada informasi tentang Yesus yang terlewatkan. Sekali lagi, hal ini menunjukkan Yesus tinggal di Nazaret dan menjalankan pekerjaan-Nya dengan diam, dan menjadi bagian dari Kota Nazaret, cukup dikenal oleh orang-orang sekota-Nya.

Keenam, minimnya data tentang pertumbuhan Yesus antara umur 13 sampai 29 tahun, menunjukkan bahwa Allah Putra sungguh-sungguh menjadi manusia sehingga manusia tidak lagi mengenali kehadiran atau pribadi Allah sendiri. Yesus melewati seluruh proses untuk menjadi manusia. Dia tidak mengambil jalan pintas. Dia tidak pernah memanfaatkan kesempatan dari keilahian-Nya. Dia menerima hidup di bawah otoritas orangtua-Nya, belajar menjadi tukang kayu, menjadi bagian masyarakat Nazaret. Kesadaran dan panggilan-Nya berkembang dan terbuka secara berangsur-angsur di bawah pengaruh pelbagai hubungan manusiawi yang mendewasakan di lingkungan Yahudi biasa.

sumber: www.hidupkatolik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar