Selasa, 31 Juli 2012

Santo Ignasius Loyola, Pengaku Iman

Ignasius Loyola lahir di Azpeitia di daerah Basque, Propinsi Guipuzcoa, Spanyol Utara pada tahun 1491. Putera bungsu keluarga bangsawan Don Beltran de Onazy Loyola dan Maria Sanchez de Licona ini diberi nama Inigo Lopez de Loyola. Semenjak kecil hingga masa mudanya, Ignasius mengecap kenikmatan hidup mewah di lingkungan istana. Ia dididik dalam tradisi dan kebiasaan hidup istana yang ketat. Pada tahun 1517, Ignatius menjadi tentara kerajaan Spanyol. Empat tahun kemudian, pada tanggal 20 Mei 1521, Ignasius menderita luka parah terkena peluru ketika mempertahankan benteng Pamplona dari serangan tentara Prancis. Penderitaan fisik dan mental yang hebat ini ditanggungnya dengan sabar dan berani dalam perawatan selama hampir satu tahun. 

Masa pemulihan kesehatannya yang begitu lama menjadi baginya suatu masa ber-rahmat, di mana ia menemukan ambang pintu bagi kehidupannya sebagai 'manusia baru'. Selama masa perawatannya, ia ingin sekali menghalau kebosanannya dengan membaca buku-buku kepahlawanan. Sayang sekali bahwa buku-buku heroik yang ingin dibacanya tidak tersedia disitu. Satu-satunya buku yang tersedia ialah buku tentang kehidupan Kristus dan Para Orang Kudus. Demi memuaskan keinginannya, ia terpaksa menjamah dan membolak-balik buku itu. Tanpa disadarinya apa yang dibacanya tertanam dan mulai bersemi dalam lubuk hatinya. Kalbunya serasa sejuk bila menekuni bacaan itu. Lambat laun ia memutuskan untuk menyerahkan seluruh sisa hidupnya bagi Tuhan sebagai Abdi Allah. Ia tidak ingin lagi menjadi pahlawan duniawi. Kepribadiannya berubah secara total. Dari suatu cara hidup duniawi yang sia-sia, ia menjadi seorang rohaniwan yang melekat erat pada Tuhan dalam cinta kasih yang mendalam. Ia bahkan bertekad melampaui pahlawan-pahlawan suci lainnya. 

Pada tahun 1522, Ignasius pergi ke biara Benediktin Montserrat, Timur Laut Spanyol. Selama tiga hari berada disana, ia berdoa dengan tekun dan memohon ampun atas semua dosanya di masa silam. Semua miliknya diberikan kepada orang-orang miskin. Niatnya yang sungguh untuk mengabdi Tuhan dan sesama ditunjukkan dengan meletakkan pedangnya di bawah kaki altar biara itu, pada tanggal 24 Maret malam hari. Keesokan harinya setelah merayakan Ekaristi dan menerima Komuni Kudus, Ignasius pergi ke sebuah gua dekat Manresa. Di gua ini ia mengalami suasana tenang dan damai yang menyenangkan. Dan gua ini jugalah yang menjadi tempat kelahiran baru baginya sebagai seorang 'manusia baru'. Meditasi dan doa-doanya selama berada di gua ini mengaruniakan kepadanya suatu pemahaman yang baru tentang kehidupan rohani. Pemahaman ini diabadikannya dalam bukunya yang berjudul 'Latihan Rohani' yang masih relevan hingga sekarang. Dari Manresa, Ignasius bermaksud berziarah ke Tanah Suci untuk menobatkan orang-orang yang belum mengakui Kristus. Tetapi niat ini dibatalkan karena kondisi negeri Palestina yang tidak memungkinkan. Sebagai gantinya, ia kembali ke Barcelona, Spanyol. 

Pada tahun 1524, Ignasius semakin yakin bahwa tugas pelayanan bagi Tuhan dan sesama perlu didukung oleh pendidikan yang memadai. Karena itu, selama 10 tahun ia berjuang memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan. Ia belajar di Alcala de Henares (1526-1527), Salamanca (1527-1528) dan Paris (1528-1535) hingga memperoleh gelar sarjana pada tanggal 14 Mei 1535. Masa pendidikan ini menjadikan dia seorang yang berkepribadian matang, penuh disiplin diri, dan berpengetahuan luas dan mendalam. Kepribadian dan pengetahuan itu sangat penting bagi peranannya sebagai pemimpin di kemudian hari. Kadang-kadang ia memberikan pelajaran agama serta bimbingan rohani kepada orang-orang yang datang kepadanya. Tetapi kegiatan ini menimbulkan kecurigaan para pejabat Gereja. Sebab tidaklah lazim seorang awam mengajar agama dan spiritualisme. 

Kariernya sebagai Abdi Allah dimulainya dengan mengumpulkan beberapa orang pemuda yang tertarik pada karya pelayanan kepada Tuhan dan GerejaNya. Pemuda-pemuda yang menjadi pengikutnya yang pertama, antara lain Beato Petrus Faber, Santo Fransiskus Xaverius, Diego Laynez, Simon Rodiquez, Alonso Salmeron, dan Nikolas Bobadilla. Kelompok pertama dari Serikat Yesus ini mengucapkan kaul hidup religius di kapel Biara Benediktin di Montmartre. Selain mengikrarkan ketiga kaul hidup membiara: kemurnian, ketaatan dan kemiskinan, mereka pun mengikrarkan kaul tambahan, yakni kesediaan menjalankan karya misioner di Tanah Suci di antara orang-orang Islam. Ignatius sendiri kemudian ditabhiskan menjadi imam pada tanggal 24 Juni 1937. Karena misi ke Palestina tak mungkin diwujudkan akibat perang waktu itu, maka kaul tambahan 'kesediaan melanjutkan karya misi di Tanah Suci' dibatalkan dan diganti 'Pengabdian khusus kepada Sri Paus'. Untuk itu Ignatius bersama rekan-rekannya menawarkan diri kepada Paus Paulus III (1534-1549) untuk mengerjakan tugas saja yang diberikan oleh Paus, dimana saja dan kapan saja. 

Pada tanggal 27 September 1540, Paus Paulus III merestui keberadaan kelompok Ignasian, yang kemudian dikokohkan menjadi sebuah serikat rohaniwan dengan nama Serikat Yesus. Ignasius sendiri diangkat sebagai pemimpin pertama dalam sebuah upacara di basilik santo Paulus. Selama 15 tahun (1541-1556) memimpin Serikat Yesus, Ignasius memusatkan perhatiannya pada pembinaan semangat religius ordonya. Semobayannya-yang kemudian menjadi semboyan umum Serikat Yesus-dalam melaksanakan tugasnya ialah "Ad Maiorem Dei Gloriam". Ia mendirikan banyak kolose antara lain kolose Roma (yang kemudian menjadi Universitas Gregoriana) dan kolose Jerman yang khusus mendidik para calon imam untuk karya kerasulan di wilayah-wilayah Katolik yang sudah dipengaruhi oleh Reformasi Protestan. Selama kepemimpinannya, Ignatius melibatkan imam-imamnya dalam usaha membendung arus pengaruh Protestatisme di Eropa Utara dan dalam Pewartaan Sabda kepada semua orang Katolik tanpa memandang kelas sosialnya. Ia Fransiskus Xaverius, sahabat akrabnya, ke benua Asia yang masih kafir untuk membuka lahan baru bagi karya misioner Gereja.

Ignasius dikenal sebagai seorang rahoniwan yang ramah kepada sesamanya. Kasih sayangnya yang besar kepada orang-orang sakit dan lemah, anak-anak dan pendidikannya, terutama orang-orang berdosa banyak kali membuatnya menangis karena memikirkan kemalangan mereka. Ordo Yesuit yang didirikannya dipoles menjadi sebuah ordo religius yang bebas dari keketatan aturan hidup monastik lama yang kaku. Sebagai reaksi terhadap kekejaman Gereja Abad Pertengahan, yang melahirkan Reformasi Protestan, Ignasius menuntut ketaatan mutlak terhadap Tahkta Suci dan prinsip-prinsip Katolik. Reret yang teratur diupayakannya sebagai suatu sarana ampuh bagi kedalaman spiritualitas orang-orang Kristen. 

Sebelum wafatnya pada tanggal 31 Juli 1556, Ignasius menyaksikan keberhasilan Ordonya dalam mengabdi Tuhan dan GerejaNya. Propinsi serikatnya pada masa itu telah berjumlah 12 dengan 1000 orang imam dan kira-kira 100 buah biara dan kolose. Ignasius dinyatakan sebagai 'beato' oleh Paus Paulus V pada tanggal 3 Desember 1609 dan kemudian oleh Paus Gregorius XV dinyatakan sebagai 'santo' pada tanggal 12 Maret 1622. Ignasius diangkat sebagai pelindung semua kegiatan rohani oleh Paus Pius XI pada tahun 1922.

sumber: www.imankatolik.or.id

Rabu, 25 Juli 2012

St. Yakobus, Rasul

Yakobus adalah anak Zebedues, kakak Yohanes Rasul. Ia disebut Yakobus Tua sekedar untuk membedakan dia dari Yakobus Muda, yang juga seorang Rasul Yesus. Sebutan itu disesuaikan dengan kondisi tubuhnya yang tinggi dan besar serta umurnya yang lebih tua daripada Yakobus Muda. Yesus memanggil dia bersama adiknya Yohanes sebagai muridNya tatkala mereka sedang memperbaiki pukatnya di tepi pantai Genezareth. Jelaslah bahwa mereka adalah nelayan. 

Bersama dengan Petrus dan Yohanes, Yakobus Tua termasuk kelompok Rasul inti yang dipilih Yesus. Mereka bertiga turut menyaksikan peristiwa pemuliaan Yesus di gunung Tabor dan peristiwa sakratul maut Yesus di taman Zaitun. Yakobus Tua adalah seorang Rasul yang kokoh iman-kepercayaannya dan sangat setia kepada Yesus. Dialah yang menyuruh Yesus menjatuhkan api dari langit untuk memusnahkan orang-orang Samaria yang tidak mau menerima Yesus dan murid-muridNya. Mungkin karena kedudukan mereka dalam kelompok keduabelasan sebagai Rasul Inti dan karena semangat imannya, Yesus menamakan kedua Rasul bersaudara itu (Yakobus Tua dan Yohanes) "Putera-putera Halilintar".

Ibunya meminta kepada Yesus agar diberi kedudukan terhormat dalam Kerajaan Kristus. Terhadap permintaan ini, Yesus dengan tenang meminta mereka memikirkan apakah mereka sanggup meminum piala penderitaanNya. Ketika mereka mengatakan 'sanggup meminumnya', Yesus mengatakan bahwa mereka akan meminum piala penderitaan itu, namun hal duduk di dalam Kerajaan Allah hanyalah diberikan kepada orang yang berkenan kepada Allah Bapa.

Ramalah Yesus akan kematian Yakobus segera terpenuhi. Yakobuslah Rasul yang pertama minum piala kemartiran. Atas perintah Herodes Agripa I, ia dijatuhi hukuman pancung pada tahun 43/44. Menurut tradisi yang berkembang Yakobus mengunjungi Spanyol sebelum kematiannya. Relikiunya sangat dihormati di Santiago de Compostela, Spanyol. Tempat ini sekarang menjadi suatu tempat ziarah termasyur.

sumber: www.imankatolik.or.id

Selasa, 17 Juli 2012

LORESA: Sebuah Spriritualitas bagi Orang Muda Katolik



 Apa itu LORESA ? Buku ini akan membahas mengenai salah satu spiritualitas yang baik jika dihayati oleh OMK. LORESA singkatan dari love, readiness, sacrifice atau cinta, siapsedia, rela berkorban. 

  • Secara singkat, Love atau cinta kasih adalah semangat untuk hidup dengan cara mencintai Allah dan sesama seperti diri sendiri tanpa syarat apapun,  tanpa batas apapun.
  •  Readiness atau siap sedia adalah semangat untuk siap dan bersedia menerima apapun yang Tuhan berikan dalam hidup kita, serta siap dan bersedia untuk memberikan apa saja yang Tuhan minta dari kita. Ini juga berarti siap sedia dipanggil dan diutus Tuhan untuk berbuat baik kapan saja, di mana saja dan kepada siapa saja.   
  • Sacrifice atau rela berkorban adalah semangat untuk mau melakukan hal yang tidak enak demi suatu tujuan yang tidak bisa digantikan oleh hal lain. 
 Buku ini ditulis oleh seorang "Orang Muda" yang menghayati LORESA. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai LORESA, anda bisa segera mendapatkan bukunya.  Untuk pemesanan, silahkan menghubungi penulisnya langsung di 085715273787 (Sdri. Irene) dengan harga khusus Rp. 20.000,- saja (persediaan terbatas). Bisa juga mendapatkannya di Toko Buku Rohani Rumah Retrert Giri Nugraha Palembang. Atau bisa juga menghubungi YDCer terdekat.

-vivat cor jesu-

Rabu, 11 Juli 2012

Santo Benediktus, Abbas

Benediktus dikenal sebagai pendiri cara hidup monastik di Eropa Barat. Ia meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi seorang pertapa. Kemudian ia mendirikan sebuah tarekat yang dikenal dengan namanya, ordo Benediktin, yang bermarkas di Monte Casino. Pada tahun 1944 ketika Perang Dunia II berkecamuk biara induk Monte Casino dihancurkan, dan baru dibangun kembali setelah perang. Benediktus lahri di Nursia, Italia Tengah sekitar tahun 480 dan meninggal dunia di Monte Casino pada tahun 547. Saudarinya, Skolastika, yang kemudian menjadi seorang Santa, adalah seorang religius sejati yang membaktikan dirinya kepada Tuhan dan sesama. Dibantu oleh sebuah keluarga bangsawan yang mengikuti kebiasaan mendidik anak-anaknya bagi karier politik, Benediktus dikirim ke Roma untuk menlanjutkan pendidikannya. Di Roma ia menderita sekali karena tingginya biaya hidup. Alau ditemani oleh seorang pelayan keluarga yang terpercaya, ia meninggalkan kota Roma. Ketika itu ia berusia 20 tahun. 


Untuk sementara waktu, ia tinggal di Enfide sekitar 40 mil baratdaya kota Roma bersama sekelompok orang Kristen saleh sambil terus melanjutkan studi dan praktek askesenya. Ia kemudian meninggalkan Enfide untuk hidup menyendiri jauh dari kehidupan ramai di kota. Rekan-rekannya sangat mencintai dia dan percaya akan kemampuannya membuat mukzijat. Ia menemukan suatu tempat pengungsian yang sepi di dalam sebuah gua di atas gunung Subiako, 50 mil sebelah timur kota Roma. Di dalam gua itu, ia bertapa selama tiga tahun. Ia dibantu oleh Romanus, seorang pertapa lain dalam bimbingan rohani maupun makan-minum setiap hari.

Reputasi Benediktus sebagai seorang pertapa tidak bisa terus disembunyikan. Namanya segera terkenal di antara penduduk desa di sekitarnya. Tatkala superior dari sebuah biara di dekat gua pertapaannya meninggal dunia, biarawan-biarawan itu meminta Benediktus menjadi pemimpin mereka. Dengan senang hati Benediktus menerima permohonan itu dan segera meninggalkan gua pertapaannya. Ia disambut dengan gembira. Tetapi segera ia menyadari, bahwa kehidupan di biara itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Para biarawan tidak disiplin dan lemah pendiriannya. Benediktus berusaha untuk memperbaiki situasi biara itu, namun tidak semua biarawan setuju, ada yang bahkan membenci dan berupaya meracuninya. Untunglah Benediktus selamat. Gelas minumnya yang berisi racun itu tiba-tiba saja hancur berantakan ketika dijamahnya. Benediktus segera meninggalkan biara itu dengan sedih hati. Ia kembali ke gua Subiako. Dari sana ia mulai mengumpulkan banyak pertapa yang terpencar dimana-mana. Sejak itu ia mulai meninggalkan idenya yang lama dan memulai hidup Cenobitik: sebuah komunitas pria yang mengabdikan diri pada kehidupan religius. Dengan meniru cara hidup asketis Mesir, teristimewa dari tradisi Pakomius, Benediktus mengelompokkan pengikut-pengikutnya dalam 12 kelompok, masing-masing dengan pimpinannya. Kehidupan monastik dengan 12 biara ini dimulainya di Subiako.

Selanjutnya, seorang bangsawan Roma memberinya sebidang tanah di dekat kota Kasino, kira-kira 30 mil jauhnya dari Subiako. Kasino terletak di kaki gunung dan sangat subur. Di sini Benediktus mendirikan sebuah gereja yang dipersembahkan kepada Santo Yohanes Pembaptis. Demikianlah awal dari biara Monte Kasino yang terkenal itu. Enam hari sebelum wafatnya, Benediktus menyuruh rekan-rekannya menyiapkan kuburnya di samping saudarinya Skolastika yang meninggal enam minggu sebelumnya. Relikiu Benediktus dan Skolastika ditemukan kembali pada tahun 1950 di bawah reruntuhan altar gereja Monte Kasino yang hancur pada masa Perang Dunia II. 

Semua berita tentang kehidupan Benediktus diketahui dari buku "Dialog" karangan Paus Gregorius Agung yang ditulis 50 tahun setelah kematian Benediktus. Sumber informasi lain ialah aturan-aturan hidup yang disusunnya bagi pengikut-pengikut di Monte Kasino. Dari aturan hidup itu terlihat jelas kepribadian Benediktus sebagai seorang pemimpin biara yang ramah tamah, bijaksana dan penuh pengertian. Sikapnya sangat moderat baik dalam hal doa, kerja, pewartaan, makanan, tidur, dan lain-lainnya. Aturan hidup membiara Santo Benediktus merupakan aturan hidup membiara pertama di Eropa Barat. Santo Benediktus biasanya digambarkan sebagai seorang Abbas yang sedang memegang satu salinan aturan hidup membiara.

sumber: www.imankatolik.or.id

Selasa, 10 Juli 2012

Saling Mengasihi

Sejak Tuhan memberi kita sebuah kehidupan di dunia, tanpa disadari bahwa Ia sangat mengasihi kita sebagai ciptaan-Nya. Namun, kita seringkali kurang menyadari betapa besar kasih Tuhan pada kita. Kita sering mengeluh jika doa yang kita panjatkan tidak dikabulkan-Nya, atau kita sering menyalahkan Tuhan jika kita mengalami kegagalan, kekecewaan, dukacita, atau suatu persoalan yang sulit diatasi.

Sobat, perlu diingat bahwa kasih Tuhan sungguh besar kepada kita. Ia mengasihi kita melalui banyak cara yang mungkin tak pernah terpikirkan. Ia mengasihi kita lewat orangtua kita, saudara kita, teman dan sahabat kita, dan orang-orang yang pernah kita jumpai. Salah satu bukti cinta kasih-Nya kepada kita adalah Ia memberikan nafas dengan cuma-cuma atau gratis. Tidak bisa dibayangkan bila Tuhan memberikan tarif untuk tiap nafas yang kita tarik, tentulah hidup kita hanya sebentar saja karena mahalnya tarif yang Ia berikan untuk sekali tarikan nafas. Kasih Tuhan seperti sungai yang selalu mengalir setiap saat, baik di waktu senang maupun  di waktu susah.

Tuhan telah memberi cinta kasih-Nya secara cuma-cuma kepada kita, maka sudah layak dan sepantasnyalah kita juga memberikan cinta kasih kita kepada sesama secara cuma-cuma juga. Kasihilah sesama kita seperti kita mengasihi diri sendiri. Yesus pernah bersabda: "Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma." (Mat 10:8). Maka marilah kita saling mengasihi seperti Ia telah mengasihi kita.©Chris

KITALAH SANG PENENTU ATAS HIDUP KITA BUKAN ORANG LAIN

Dua orang ibu memasuki toko pakaian & membeli baju seragam anaknya.

Ternyata pemilik tokonya lagi bad mood sehingga tidak melayani dengan baik, malah terkesan buruk, tidak sopan dengan muka cemberut.

Ibu pertama jelas jengkel menerima layanan yg buruk seperti itu.

Yg mengherankan, ibu kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan kepada penjualnya.

Ibu pertama bertanya, “Mengapa Ibu bersikap demikian sopan pada penjual menyebalkan itu?”

Lantas dijawab, “Mengapa aku harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak ? Kitalah sang penentu atas hidup kita, bukan orang lain.”

"Tapi ia melayani dengan buruk sekali," bantah Ibu pertama.

"Itu masalah dia. Kalau dia mau bad mood, tidak sopan, melayani dengan buruk dll, toh tidak ada kaitannya dengan kita. Kalau kita sampai terpengaruh, berarti kita membiarkan dia mengatur & menentukan hidup kita, padahal kitalah yang bertanggung jawab atas diri kita," jelas Ibu kedua.

Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan orang lain kepada kita. Kalau orang melakukan hal buruk, kita akan membalasnya dengan hal yang lebih buruk lagi. Dan sebaliknya.

Kalau orang tidak sopan, kita akan lebih tidak sopan lagi. Kalau orang lain pelit terhadap kita, kita yg semula pemurah tiba jadinya sedemikian pelit kalau harus berurusan dengan org tersebut. Ini berarti tindakan kita dipengaruhi oleh tindakan org lain.

Kalau direnungkan, sebenarnya betapa tidak arifnya tindakan kita. Mengapa utk berbuat baik saja, harus menunggu diperlakukan dengan baik oleh orang lain dulu?

Jagalah suasana hati sendiri, jangan biarkan sikap buruk org lain menentukan cara kita bertindak! Kitalah sang penentu yang sesungguhnya!

I'm an ACTOR, not reactor.

Senin, 09 Juli 2012

St. Agustinus Zhao Rong, Imam dan Martir

Agustinus Zhao Rong lahir di Sichuan, Guizhou, China, sekitar tahun 1746. Nama aslinya adalah Zhao Rong. Zhao Rong terlahir bukan sebagai orang kristen. Tidak ada kisah hidupnya yang cukup detail, khususnya masa kecil serta latar belakang keluarganya. Saat ia berumur 20 tahun, ia masuk menjadi seorang tentara. Tahun 1785, ia menjadi pasukan yang membawa St. Yohanes Gabriel Taurin Dufresse, M.E.P., yang pada saat itu adalah seorang tahanan menuju Peking. Tidak lama setelah itu ia menyaksikan penganiayaan umat Kristen di Wuchuan. 
Peristiwa penganiayaan ini mungkin yang mengubah jalan hidupnya. Ia kemudian bertemu dengan B. Jean-Martin Moye dan mengikutinya. Setelah mempelajari iman kristen, Zhao Rong dibaptis pada pesta St. Agustinus. Nama "Agustinus" itu juga yang dipakainya sebagai nama baptisnya.  Setelah menjadi pengikut Kristus, Zhao Rong kemudian melanjutkan belajar di seminari. Ia ditahbiskan sebagai imam dalam usia 35 tahun. 
Agustinus Zhao Rong berkarya di Yunnan sampai terjadi penganiayaan umat Kristen di bawah Kaisar Jiaqing. Zhao Rong dibawa ke Cheng-du. Di sana ia mendapat perlakukan yang kasar dan kejam. Setelah dihina dan dipukuli, Agustinus Zhao Rong meninggal pada 27 Januari 1815 di dalam penjara di Cheng-du, Sichuan, China. Pada 27 Mei 1900, ia dibeatifikasi oleh Paus Leo XIII, dan pada 1 Oktober 2000, ia dikanonisasi bersama dengan 199 martir-martir China lainnya oleh Paus B. Yohanes Paulus II.
sumber: www.parokistyoseptbk.blogspot.com

Minggu, 08 Juli 2012

Masa yang Hilang

Kitab Suci hanya menceritakan sedikit sekali tentang Yesus pada umur 12 tahun di kenisah, dan kemudian langsung disusul dengan kisah Yesus yang mulai tampil di hadapan umum pada usia 30 tahun. Apa yang dilakukan Yesus ketika berumur antara 12 sampai 29 tahun? Di mana Yesus berada? Mengapa hal ini tidak dicatat dalam Injil?

Pertama, Injil adalah kitab yang menuliskan kesaksian iman tentang Yesus sebagai Penyelamat atau Mesias. Injil bukanlah otobiografi. Karena itu, bisa dimengerti bahwa tidak semua riwayat Yesus tertulis di dalam Injil. Dalam Injil-injil yang diakui resmi, tidak ditemukan data tentang apa yang terjadi antara masa kanak-kanak dan pembaptisan Yesus oleh Yohanes di Sungai Yordan. Kita hanya mempunyai beberapa komentar insidentil atas hidup Yesus. Diamnya Injil tentang hal ini dan rujukan-rujukan pendek tentang Yesus yang ada dalam Injil, menyiratkan bahwa hidup Yesus selama masa itu berjalan biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu yang luar biasa yang pantas dicatat.  

Kedua, sangat mungkin Yesus tetap tinggal di Nazaret dan melakukan pekerjaan sebagai tukang kayu. Menarik dicermati bahwa Injil yang tertua, Markus, menyebut Yesus langsung sebagai "tukang kayu" (Mrk 6:3), sedangkan Matius menyebutnya "anak tukang kayu" (Mat 13:55). Sebutan Markus ini mengindikasikan bahwa Yesus telah mempraktikkan pekerjaan-Nya sebagai tukang kayu selama bertahun-tahun, sehingga Dia tidak disebut lagi sebagai "anak tukang kayu" tetapi sebagai "tukang kayu" itu sendiri. Sebutan pekerjaan yang sedemikian jelas itu tidak mungkin dilakukan jika Yesus tidak berada di Nazaret, dan Dia sendiri sudah menjalankan pekerjaan sebagai tukang kayu. Perumpamaan-Nya menunjukkan pengenalan-Nya yang baik akan hidup dan karya seorang tukang kayu. Pada waktu itu, tukang kayu juga membangun rumah dan menara.

Ketiga, perumpamaan-perumpamaan dan ucapan-ucapan Yesus menunjukkan bahwa Yesus sungguh mengenal dan menguasai Kitab Suci, sehingga Yesus dengan mudah menggunakan gambaran-gambaran biblis dan secara spontan mengutip teks-teks Kitab Suci. Semua ini menunjukkan bahwa Yesus pasti sudah membatinkan Kitab Suci secara baik sekali sejak masa kanak-kanak-Nya dan selama tahun-tahun tersembunyi di Nazaret.

Keempat, orang-orang sekota Yesus menunjukkan keheranan tentang apa yang diajarkan-Nya dan mempertanyakan dari mana asal semua hikmat yang diajarkan-Nya: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan, mukjizat-mukjizat yang demikian, bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?" (Mrk 6:2). Seandainya Yesus meninggalkan Nazaret dan belajar ajaran-ajaran lain di luar Nazaret atau bahkan di luar Israel, tentu pertanyaan itu tidak akan muncul. Jika Yesus belajar sesuatu di luar Israel, tentu orang-orang sekota Yesus akan memaklumi hal-hal baru yang diajarkan-Nya. Reaksi marah dan kecewa ini menunjukkan bahwa Yesus benar-benar dikenal sebagai seorang yang normal, "anak biasa" di antara orang-orang sekota-Nya.

Kelima, pengenalan biasa orang-orang sekota Yesus ini semakin diteguhkan oleh ungkapan mereka, "Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas, dan Simon? Dan, bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita? Lalu, mereka kecewa dan menolak Dia" (Mrk 6:3; bdk Mat 13:53-58; Luk 4:23-30). Ungkapan orang-orang sekota Yesus ini jelas menegaskan pengenalan mereka yang sangat dekat akan siapa Yesus itu, karena saudara-saudara laki-laki maupun perempuan mereka kenal dengan baik. Karena pengenalan yang sedemikian dekat ini, pasti tidak ada informasi tentang Yesus yang terlewatkan. Sekali lagi, hal ini menunjukkan Yesus tinggal di Nazaret dan menjalankan pekerjaan-Nya dengan diam, dan menjadi bagian dari Kota Nazaret, cukup dikenal oleh orang-orang sekota-Nya.

Keenam, minimnya data tentang pertumbuhan Yesus antara umur 13 sampai 29 tahun, menunjukkan bahwa Allah Putra sungguh-sungguh menjadi manusia sehingga manusia tidak lagi mengenali kehadiran atau pribadi Allah sendiri. Yesus melewati seluruh proses untuk menjadi manusia. Dia tidak mengambil jalan pintas. Dia tidak pernah memanfaatkan kesempatan dari keilahian-Nya. Dia menerima hidup di bawah otoritas orangtua-Nya, belajar menjadi tukang kayu, menjadi bagian masyarakat Nazaret. Kesadaran dan panggilan-Nya berkembang dan terbuka secara berangsur-angsur di bawah pengaruh pelbagai hubungan manusiawi yang mendewasakan di lingkungan Yahudi biasa.

sumber: www.hidupkatolik.com